Rabu, 25 Mei 2011

Prinsip Etika Keperawatan Pada Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa


A.      Konsep dan Prinsip Etika Keperawatan
1.      Pengertian Etika Keperawatan
Etika (Yunani kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep sepertibenar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
2.      Prinsip Etika
a.      Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
b.      Benefisiensi
Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.

c.       Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan .
d.      Nonmalefisien
Prinsip ini berarti segala tindakan yang dilakukan pada klien tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.
e.       Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
f.       Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan. 
g.      Kerahasiaan (confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah. 
h.      Akuntabilitas (accountability
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar  pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

B.       Pengertian Kesehatan Jiwa
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Beberapa pengertian lainnnya:
1.      Menurut American Nurses Associations (ANA)
Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan, memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat dimana klien berada (American Nurses Associations).
2.      Menurut WHO
Kesehatan Jiwa bukan hanya suatu keadaan tidak gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang adalah perawatan langsung, komunikasi dan management, bersifat positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yang bersangkutan.
3.      Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966
Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dengan orang lain.

Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas ).
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi utuh sebagai manusia.
Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan.
1.      Manusia
Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting. Setiap individu mempunyai harga diri dan martabat. Tujuan individu adalah untuk tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri. Setiap individu mempunyai kemampuan untuk berubah dan keinginan untuk mengejar tujuan personal. Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang bervariasi. Setiap individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputuasan. Semua perilaku individu bermakna dimana perilaku tersebut meliputi persepsi, pikiran, perasaan dan tindakan.
2.      Lingkungan
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Dalam berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi koping yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu.
 3.      Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui perawatan yang adekuat.
4.      Keperawatan
Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan menggunakan diri sendiri secara terapeutik.
Metodologi dalam keperawatan jiwa adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya interpersonal dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang konstruktif sehingga akhirnya klien belajar cara penanganan masalah yang merupakan modal dasar dalam menghadapi berbagai masalah.
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Setiap tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien berubah.
Kesehatan sosial, yaitu aktivitas sosial seseorang. Kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas, berperan, dan belajar berbagai keterampilan untuk berfungsi secara adaptif di dalam masyarakat. Indikator mengenai status sehat sosial yang minimal adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dan keterampilan dasar yang sesuai dengan peran seseorang.
Kesehatan pribadi adalah suatu keadaan yang melampaui berfungsinya secara efektif dan adekuat dari ketiga aspek tersebut di atas, menekankan pada kemungkinan kemampuan, sumber daya, bakat dan talenta internal seseorang, yang mungkin tidak dapat/ akan ditampilkan dalam suasana kehidupan sehari-hari yang biasa.
Psikiatri dan kesehatan jiwa Indonesia menggunakan pendekatan elektik-holistik yang melihat manusia dan perilakunya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, sebagai kesatuan yang utuh dari unsur-unsur organo-biologis (bio-sistem), psiko edukatif/ psikodinamik (psiko-sistem), dan sosio-kultural (sosio-sistem).
Jadi jelas dengan pendekatan ini kita memperhatikan faktor psikologis dan sosial atau psikososial di samping faktor biologis di dalam melaksanakan upaya kesehatan.
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehaan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, saperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan bermacam gejala dan disebabkan berbagai hal. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam menyelesaikan masalah juga bervariasi.
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Klien mungkin menghindar atau menolak berperan serta dan perawat mungkin cenderung membiarkan, khususnya terhadap klien yang tidak menimbulkan keributan dan tidak membahayakan.
Hal itu harus dihindari karena:
a.       Belajar menyelesaikan masalah akan lebih efektif jika klien ikut berperan serta
b.      Dengan menyertakan klien maka pemulihan kemampuan klien dalam mengendalikan kehidupannya lebih mungkin tercapai
c.       Dengan berperan serta maka klien belajar bertanggung jawab terhadap pelakunya


C.       Perkembangan Keperawatan Kesehatan Jiwa
Menangani klien yang memiliki masalah sikap, perasaan dan konflik
Pencegahan primer
Penanganan multidisiplin
Spesialisasi keperawatan jiwa
Dulu :
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung.

Sekarang :
1.      Meningkatkan Iptek dan pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa meningkat
2.      Perlu pemahaman tentang human right
3.      Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen.

D.       Konseptual Model Keperawatan Kesehatan Jiwa
Konseptual model keperawatan dikelompokkan ke dalam 6 model yaitu:
1.      Psycoanalytical (Freud, Erickson)
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila ego (akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral).
Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas pada masa dewasa.
Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus.
Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya).
2.      Interpersonal ( Sullivan, peplau)
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati.
Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship ( perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.
3.      Social ( Caplan, Szasz)
Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom).
Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya dukungan sosial).
Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.
4.      Existensial ( Ellis, Rogers)
Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Bodi-image-nya
Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control behavior).
Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran atau reward & punishment.
5.      Supportive Therapy ( Wermon, Rockland)
Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah: factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu.
Prinsip proses terapinya adalah menguatkan respon copinh adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan masalahnya.
Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.
6.      Medica ( Meyer, Kraeplin)
Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan terapi yang digunakan.
E.       Hubungan Etika Keperawatan pada Pasien Gangguan Jiwa: Halusinasi
1.      Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Sundeen, 1995). Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi yaitu fisik, emosional, intelektual, social dan spiritual.
Isi pengkajian meliputi:
a.       Identitas klien
b.      Keluhan utama/alasan masuk
c.       Faktor predisposisi
d.      Aspek fisiologis/biologis
e.       Aspek psikososial
f.       Status mental
g.      Kebutuhan persiapan pulang
h.      Mekanisme koping
i.        Masalah psikososial dan lingkungan
j.        Pengetahuan
k.      Aspek medis
Proses pengumpulan data dalam pengkajian dengan menerapkan etika dan prinsip etika keperawatan harus benar-benar dipahami.
a.      Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Ketika kita sebagai perawat melakukan pengkajian kepada klien, jangan terlalu memaksa jawaban yang diinginkan. Karena klien berhak menolak dengan hak otonominya. Namun, perawat harus mencari cara agar klien dapat menjawab segala pertanyaan yang dibutuhkan, bisa dengan mengalihkan pembicaraan klien tetapi tetap pada topik tersebut.
b.      Benefisiensi
Tujuan perawat saat pengkajian adalah mencari informasi/data yang dibutuhkan untuk kesembuhan klien. Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Klien dengan masalah gangguan halusinasi sensoris, terkadang bisa mengamuk dan atau berhalusinasi yang aneh-aneh ketika ditanya sesuatu. Klien menolak ketika diajak wawancara mengenai kehidupannya, sedangkan perawat membutuhkan datanya sesegera mungkin. Maka, perawat mencari tahu kenapa. Agar proses anamnesa ini berjalan demi kebaikannya.
c.       Nonmalefisien
Saat melakukan pengkajian, perawat meminimalisir cedera atau bahkan jangan menimbulkan cedera. Namun, ketika klien memiliki tingkat cemas tinggi hingga ia mengamuk, maka perawat harus melakukan tindakan yang tidak menimbulkan cedera, disuntik obat penenang misalnya.
d.      Kerahasiaan (confidentiality)
Saat pengkajian, perawat berjanji pada klien bahwa data rahasianya tidak akan diberitahukan pada orang lain.
e.       Akuntabilitas (accountability
Perawat bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukannya pada klien, agar terjadi hubungan saling percaya antara klien dan perawat. Sehingga memudahkan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. 
2.      Intervensi Yang Dapat Dilakukan
a.       Menciptakan lingkungan terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan, ketakutan akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara individual dan diusahakan agar terjadi kontak mata. Kalau perlu disentuh atau dipegang pendekatan harus dilakukan secara teratur tetapi tidak secara terus menerus.
Dirumah harus disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realita, misalnya jam dinding, kalender, gambar atau hiasan dinding, majalah dan mainan.
Penderita diajarkan untuk mengenali rangsangan halusinasi, membuktikan apakah rangsangan itu nyata atau tidak, misalnya dengan menanyakan pada orang lain dan cara mengurangi timbulnya halusinasi, antara lain dengan selalu menyibukan diri dan mengurangi waktu untuk berkhayal.
b.      Mengali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif mengatasi masalah yang ada. Permasalahan penderita yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
c.       Memberi aktifitas
Penderita diajak beraktifitas / mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik misalnya olahraga, bermain atau melakukan kegiatan lain. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan penderita ke kehidupan nyata dan memilih kegiatan yang sesuai.
d.      Melibatkan keluarga lain dalam proses perawatan
e.       Melaksanakan program terapi dokter
Seringkali penderita menolak obat yang diberikan sehubungan dengan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaliknya persuasive. Keluarga harus mengerti agar obat yang diberikan benar-benar ditelan atau masuk.
McFarland dan McFarlane, (1993) prinsip intervensi mempertimbangakan :
a.       Lingkungan dapat dikaitkan dengan peningkatan atau pengurangan  stimulus eksternal.
b.      Stimulus eksterna dapat dikontrol dan dikurangi terutama hal-hal yang tidak perlu
Misalnya : kebisingan, kesibukan atau sirkulasi orang-orang sekitar
c.       Pedoman orientasi mambentu memelihara dan menigkatkan orientasi realita
d.      Menyediakan sense of control untuk merangsang penderita ke lingkungan
e.       Menurunkan kecemasan penderita atau misinterprestasi, menganjurkan agar perasaan tersebut diungkapkan terutama tentang perasaan secara periodic yang tidak biasa.
f.       Meningkatkan keadekuatan secara periodic tentang kebutuhan istirahat dan tidur penderita
g.      Membantu kompensasi defisit visual

Referensi:
Anonim; 2011. Kesehatan Jiwa: http://www.nurseofmysoul.blogspot.com/, diakses tanggal 22 Mei 2011, jam 14:10 WIB.
Keliat, Budi Anna;Panjaitan;Helena. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed.2. Jakarta: EGC.
Stuart, Gail W.2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Suliswati, Sumijatun dkk, 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo